Keterlibatan Khas Perempuan dalam Peri Hidup Budaya Mesti Dikembangkan


Ujud umum Kerasulan Doa untuk bulan Maret 2014 adalah sebagai berikut: “Semoga semua kebudayaan menghormati hak dan martabat perempuan.” Sementara itu, pada bulan April 2014 ini kita merayakan Hari Kartini, pahlawan nasional pejuang kaum perempuan. Kiranya berguna kita menyimak pernyataan-pernyataan Gereja mengenai perempuan.

Paus Yohanes XXIII pada tahun 1963 dalam Ensiklik Pacem in Terris (Perdamaian Dunia) menyatakan bahwa zaman modern sekarang ini mempunyai tiga ciri. Salah satunya adalah meningkatnya peranan perempuan:”...Peranan kaum wanita sekarang dalam hidup berpolitik di mana-mana menonjol. Barangkali perkembangan itu lebih pesat pada bangsa-bangsa kristiani, tetapi sedang berlangsung secara meluas juga, kendati lebih lamban, pada bangsa-bangsa yang mewarisi aneka tradisi dan hidup di alam budaya yang berbeda. Kaum perempuan kian menyadari martabat hakiki mereka. Mereka sudah tidak puas lagi berperanan pasif semata-mata, atau membiarkan diri dipandang sebagai semacam sarana. Dalam rumah tangga maupun kehidupan umum, mereka menuntut hak-hak maupun kewajiban-kewajiban yang ada pada mereka selaku pribadi.”

Sementara itu, Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1988 dalam Surat Apostolik Mulieris Dignitatem (Martabat perempuan) menyatakan: “Saatnya akan datang dan nyatanya sudah datang saat panggilan kaum perempuan akan diakui kepenuhannya; saat di mana kaum perempuan di dalam dunia ini memperoleh pengaruh, hasil dan kuasa yang tidak pernah dicapainya hingga saat ini. Itulah sebabnya pada saat ini ketika bangsa manusia tengah mengalami transformasi yang begitu mendalam, kaum perempuan penuh dengan semangat Injil, dapat berbuat banyak untuk menolong manusia agar tidak jatuh.”

Pernyataan ini adalah penegasan kembali mengenai peranan perempuan yang sudah dinyatakan oleh Konsili Vatikan II: “Kaum perempuan memang sudah berperan serta dalam hampir segala bidang kehidupan. Tetapi seyogyanya mereka mampu menjalankan peranan mereka sepenuhnya menurut sifat mereka. Hendaknya siapa saja berusaha, supaya keterlibatan khas perempuan yang diperlukan bagi peri hidup budaya diakui dan dikembangkan. 

Dengan demikian sebenarnya jelas bahwa Gereja sangat menghargai kesetaraan martabat perempuan dengan laki-laki. Martabat manusia tidak ditentukan oleh jenis kelamin, pangkat, kedudukan sosial, posisi ekonomi, kekuasaan atau gengsi seseorang. Martabat manusia ditentukan oleh kenyataan bahwa dia-siapapun dia- adalah citra Allah. Sebagai citra Allah, baik laki-laki maupun perempuan, dipanggil untuk sampai kepada kesempurnaan kasih, melalui jalan dan dalam peran yang berbeda-beda. (Dikutip dari surat gembala, I Suharyo)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama