Belakangan
ini kita sering mendengar maraknya kasus kekerasan seksual melanda anak-anak di
bawah umur, semisal kasus JIS ( Jakarta International School). Pihak kepolisian mencatat ada 697 kasus
kekerasan seksual anak sepanjang tahun 2014. Jumlah ini berasal dari seluruh
wilayah polda di Indonesia.
Yulina Eva Riany,
(Sindo.News), peneliti dan kandidat
Doktor bidang Ilmu Perkembangan Manusia dan Ilmu Rehabilitasi Kesehatan The
University of Queensland, Australia, mengutarakan, setidaknya terdapat dua penyebab utama memicu
seseorang melakukan tindak pelecehan seksual pada anak di bawah umur dilihat
dari sudut pandang teori perkembangan manusia (human development). Faktor utama
sebagai pemicu seseorang berperilaku seks menyimpang dengan melibatkan anak sebagai
korbannya adalah faktor trauma berkepanjangan. Pengalaman anak mendapatkan
kekerasan seksual di awal usia perkembangannya, memiliki pengaruh signifikan
memicu melakukan hal serupa yang
sebelumnya dialaminya ketika ia beranjak dewasa. Selain itu, beberapa ahli menyimpulkan
individu yang pernah mengalami kekerasan seksual di usia awal pertumbuhannya
berkembang menjadi dewasa dengan gangguan paedophilia (Dhawan & Marshall,
1996).
Sedangkan Faktor
kedua, keluarga adalah faktor kunci lain yang bertanggung jawab akan lahirnya
perilaku kekerasan seksual terhadap anak. Lingkungan keluarga tempat individu
bersosialisasi dipercaya memegang peranan
penting bagi individu melakukan tindakan kekerasan seksual terhadap
anak.
Minimnya kehangatan
hubungan emosional antaranggota keluarga
dapat memicu seseorang mengalami gangguan orientasi seksual. Ketidakharmonisan
hubungan dengan pasangan merupakan salah satu pemantik mencari upaya alternatif
memuaskan kebutuhan biologis.
Yang mesti
diwaspadai, kejadian ini, bukan terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, ataupun
Medan. Namun, sudah menyisir kedaerah-daerah seperti Manado. Kasus kekerasan
anak di Sulawesi Utara (Sulut) menduduki peringkat ke 11 dari 34 provinsi di
Indonesia. Peringkat itu menempatkan Sulut sebagai daerah darurat kekerasan
seksual anak. Ketua Komisi Nasional (KOMNAS) Perlindungan Anak Aris Merdeka
Sirait menyebutkan, seusai Seminar
“Kekerasan seksual Terhadap di Dunia Pendidikan” di Kantor Gubernur Sulut
(26/6). Tentu keadaan ini berbahaya bagi
masa depan dan perkembangan anak di bumi nyiur melambai.
Maya Rumantir
Anggota DPD Periode (2014-2019), mengingatkan, kekerasan seksual pada anak yang marak saat ini, sudah sangat
berbahaya. Karena dapat merusak masa depan anak dan menyebabkan generasi yang
berpotensi membangun bangsa dapat hilang.
Tentu ini mengkhawatirkan kita semua. Bagaimana mungkin bangsa bisa
maju? jika anak-anak merasa kehilangan harapan. Anak-Anak akan mengalami
Depresi, gangguan stres pasca trauma, rasa rendah diri, bahkan terkena penyakin
kelamin. Kejadian itupun membentuk anak
menjadi pembuat kejahatan nantinya. Dan muaranya anak-anak bisa melakukan bunuh
diri.
“Secara hukum ini adalah kejahatan luar biasa
terhadap anak, karena pelakunya
merupakan orang yang dikenal, bagian dari keluarga, masih satu lingkungan, atau
orang dewasa yang seharusnya mengayomi malah melakukan perbuatan kotor
tersebut. Seharusnya setiap pelaku
kekerasan seksual terhadap anak di hukum seberat-beratnya dengan pasal
berlapis agar menimbulkan efek jera.
Karena pelaku nya sudah melanggar ketentuan dalam UU No 23 tahun 2002 tentang perlindungan
anak, dan KUHP,” kata Maya Rumantir.
Ditambahkannya,
jika Sulut menempati peringkat ke
11, ini sudah memasuki tahapan rawan
yang harus dilakukan pencegahan. Karena
selama ini Sulut dikenal sebagai Provinsi agamis. Karena itu, Maya pun
mengingatkan tanggung jawab Pemda guna
mengatur agar situs-situs Pornografi agar
tidak dapat di akses anak-anak melalui Internet.
“Kalo perlu
dibuatkan Perda nya, sehingga dapat di
cegah penyebarannya. Demikian pula, pola
pengasuhan Orang Tua sangat diharapkan guna menciptakan lingkungan yang aman,
nyaman bagi anak-anak dapat tumbuh dan
berkembang sebagai individu yang sehat baik fisik maupun mental,” imbuhnya.
Seyogianya, Maya mengatakan, menghindarkan anak-anak dari pengaruh negatif
lingkungan social.
Selain itu, cara
mendidik yang bersifat hangat, mengayomi, dan menghindari penggunaan kekerasan
baik fisik dan mental terhadap anak dapat diharapkan membentuk ikatan emosional
yang sehat antara orang tua dan anak yang dapat pula menciptakan karakter
individu yang sehat secara emosional. (Fajar Gloria Sinuraya/fer)
Posting Komentar