Sekali merdeka tetap merdeka…kalimat heroik itu mengingatkan kita, bagaimana beratnya
perjuangan para pendahulu bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan negara
Republik Indonesia. Tiada sekat kedaerahan, semuanya bersatu dalam bingkai
negara kesatuan. Puji Tuhan, pada tahun ini genap sudah 69 tahun Indonesia
Merdeka.
Sekalipun sudah menapaki usia ke 69 tahun,
masih banyak catatan buram di sana-sini yang menjadi tugas kita sebagai suatu
bangsa. Mulai dari masalah kemiskinan, hukum, pendidikan dan masalah sosial masyarakat. Catatan BPS tahun 2014,
menyebutkan jumlah penduduk miskin dengan pengeluaran per kapita per bulan di
bawah garis kemiskinan mencapai 28,28 juta orang, atau mencakup 11,25 persen
dari total seluruh penduduk Indonesia.
Sementara itu, rilis Transparency International (TI) menyebutkan,
dari 177 negara di dunia, Indonesia menduduki peringkat 64 dalam urutan negara
paling korup. Artinya masih banyak kasus korupsi terjadi di tanah air.
Apa sebenarnya persoalan mendasar yang membelit
bangsa ini? Anggota DPD periode 2014-2019, Maya Rumantir menilai, yang paling
utama dibutuhkan saat ini adalah keteladanan para pimpinan yang dinilai mulai
meluntur. “Yang paling didambakan adalah
keteladanan kepimpinan bangsa ini.
Karena itu, kita harapkan presiden baru yang
terpilih, mampu membawa harkat, derajat, dan martabat bangsa lebih baik
lagi dengan jiwa keutamaan kepemimpinan,” terangnya.
Maya juga menilai, memasuki usia 69 tahun
kemerdekaan, hendaknya tidak diperingati sebagai sesuatu yang seremonial. Tapi,
seluruh masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke tanpa memandang Suku,
Agama, Ras dan antargolongan memiliki kesadaran untuk merajut perbedaan menjadi
cinta diantara anak bangsa. “Jika kita sudah bersatu, maka sukacita salah satu
anak bangsa menjadi suka cita semua dan dukacita satu anak bangsa menjadi
dukacita semua bangsa,” terangnya.
Maya
menilai tepat pidato kenegaraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang
mengungkapkan perlunya dilakukan revitalisasi makna kemerdekaan dari menjaga
kemerdekaan menjadi menjaga ke-Indonesiaan. Tidak ada gunananya, negara dan
bangsa Indonesia tetap berdiri tapi kehilangan makna ke Indonesiaan, yaitu,
sikap gotong royong, kebhinekaan, pluralitas, Pancasila dan NKRI. “Karena itu,
yang mesti kita jaga bersama adalah nilai-nilai ke Indonesiaan, plulitas,
kebhinekaan, kesantunan dan Pancasila yang mempersatukan seluruh bangsa,”
imbuhnya.
Ditambahkannya, dirinya meyakini, jika seluruh
pemimpin baik di tingkat pusat dan daerah menjaga nilai-nilai ke-Indonesiaan,
maka mereka akan memberikan yang terbaik dari bakat-bakat yang dimilikinya
mengelola sumberdaya alam yang sudah dianugerahkan Tuhan Yang Maha Esa dengan
sebaik-baiknya dan secara adil, sehingga kemiskinan dan ketimpangan akan
berangsur hilang dari bumi Indonesia. (Fajar Gloria Sinuraya/fer)
Posting Komentar