Mengkaji Peran DPD

Bertekad membangun daerah
Sejatinya peran DPD sekarang, bukanlah  barang yang baru. Sebab jauh sebelumnya  di tahun 1949 dalam konsep negara serikat,  sistem DPD sudah dikenal.  Hanya pada waktu itu perwakilannya ditetapkan 2 wakil per Negara bagian.  Jadi DPD merupakan bagian realita sejarah NKRI. Hanya sekarang  Anggota DPD dipilih langsung oleh rakyat beserta DPR dan Presiden.

Kajian tentang peranan Dewan Pertimbangan Daerah (DPD) ini kembali dibahas dalam diskusi panel “Memperkuat kelembagaan dan Mepertegas Peran DPD-RI  di Nov Hotel Tangerang, pekan lalu.  Acara  itu merupakan bagian dari orientasi bagi para Anggota DPD-RI Masa bakhti (2014-2019), sebelum dilantik  pada 1 oktober 2014.

Menurut pakar hukum tata negara, Prof Saldi Isra, secara konstitusi, DPD lahir dari proses demokrasi dan ketatanegaraan  yang mengalami perubahan semenjak reformasi 1998. Dalam posisi itu, DPD  seimbang atau setara dengan DPR seperti  diamini UUD. Jadi sebaiknya DPD diberi  peranan yang lebih besar sesuai dengan yang diatur pembuat UUD 1945 perubahannya. Tapi kenyataannya sampai saat ini, fungsi DPD belum sebesar fungsi DPR.

“Dimana-dimana lembaga-lembaga di dunia itu berjuang bagaimana memperkuat dirinya, kecuali di Amerika Serikat dimana Senat telah memiliki fungsi yang sangat kuat. Jadi menurut hemat saya jika putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dapat diterima, dan tidak ada resistensi, maka fungsi DPD dalam legislasi dapat lebih baik dan DPR harus dapat menerimanya. Apalagi,  Anggota DPD kali ini merupakan tokoh-tokoh nasional, ada bekas gubernur, bupati, anggota DPR, tokoh masyarakat, dan lainnya.  Ini menjadi modal  bicara dalam konteks lebih tinggi,” terangnya.

Adapun pakar hukum lainnya, Prof. Refli Harun, mengatakan, sebenarnya masalah pernan DPD sudah selesai,  jika putusan MK (27-3-2013) dapat dijalankan, dimana jelas  DPD  disebutkan terlibat dalam Prolegnas.  DPD dapat mengajukan RUU (tertentu)  termasuk pencabutan perppu (tertentu), DPD ikut membahas RUU (tertentu), dan pembahasan tersebut bersifat Tripatrit yaitu DPD, DPR, dan Presiden. Meskipun itu dalam konteks hubungan daerah dan pusat (terkait otonomi daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan pengabungan daerah, serta pengolahan sumber daya alam).

Menurut Prof Refli  yang jadi tantangan kedepan bagi semua anggota DPD, bagaimana caranya melakukan kreasi konstitusional, misalnya apabila fraksi DPR telah setuju, pemerintah juga.  Maka ini di anggap sudah selesai.  Bagaimana dengan DPD? seharusnya DPD bersuara sesuai dengan hak konstitusi mereka untuk ikut serta dalam pembahasan tersebut. Dengan begitu, lanjut dia,  anggapan orang bulan madu bagi anggota DPD itu hanya 1 oktober, menjadi tidak benar. Karena setelah dilantik mereka dapat terus langsung bekerja.

Sementara itu, Maya Rumantir menilai,  DPD adalah cerminan dari daulat rakyat, maka sudah seharusnya DPD punya peran sama membangun negara bersama pemerintah dan DPR. “Karena itu,   tidak boleh ada perbedaan atau sekat lagi.  Saya optimis kedepan fungsi DPD makin baik, dan tidak perlu menunggu sampai beranak cucu seperti perkataan pakar hukum tadi. Kalau  bisa dilakukan sekarang, mengapa tidak?, kan kita juga punya hak sama, seperti yang diatur konstitusi, dipilih rakyat,” terangnya

Karena itu, lanjut Maya, sebagai senator, dirinya akan  tetap menjalankan tugas  membawa kebaikan dan keadilan sosial dalam hal pembangunan itu sampai ke daerah.  Sehingga daerah merasa memiliki pemerintahannya, karena aspirasi, suara, dan kepentingan mereka dapat di perjuangkan, hal ini terkait dengan masalah kesejahterahan sosial, pembangunan, kemajemukan, budaya, persatuan, dan lainnya,” pungkasnya. (Fajar Gloria Sinuraya/fer)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama