‘’Menjadi Indonesia Tak Perlu Pindah Agama’’


Siapa tak mengenal sosok AM Fatwa,  yang sejak muda terkenal gigih berjuang melawan segala bentuk kesewenang-wenangan.  Perjalanannya dimulai dengan aktif dalam Pandu Islam, Pelajar Islam Indonesia (PII), GPII, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Muhammadiyah dan berlanjut dengan kegiatan dakwah dalam payung Forum Ukhhuwah MUI di bawah pimpinan Sjafruddin Prawiranegara, DDII di bawah koordinasi M Natsir, Lembaga Hikmah Pimpinan Pusat Muhammadiyah di bawah pimpinan Kasman Singodimejo hingga akhirnya tergabung dalam pernyataan keprihatinan bersama kelompok Petisi 50, bersama sejumlah petinggi militer dan tokoh-tokoh politik yang berteriak keras terhadap situasi otoriter.  Fatwa pun pernah merasakan jeruji sel sebagai tahanan politik karena kasus Lembaran Putih Peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984 dan khutbah-khutbah politiknya yang kritis semasa Orde Baru.

“Saya mengenal Pak Fatwa  belum lama, tapi sudah mendengar nama beliau sejak duduk di bangku SMA dengan terjadi peristiwa  Tanjung Priok dll. Dan semua pandangan saya terhadap Pak Fatwa menjadi berbeda setelah mengenal langsung  dan membaca banyak bukunya,” kata Senator asal Sulawesi Utara Maya Rumantir ketika didaulat memberi pandangan tentang buku AM. Fatwa, “Demokrasi di Tengah Hamparan Korupsi” di Hotel Ritz Carlton, pekan lalu. Nampak hadir pula sebagian besar dari 132 Anggota DPD-RI periode (2014-2019) terpilih dalam acara itu, diantaranya, Irman Gusman, GKR Hemas, Oesman Sapta maupun Nono Sampurno.

Maya pun mengaku terkesan atas sikap yang disampaikan AM Fatwa yang konsisten  menjadi 100 persen Indonesia, dan 100 persen Islam. Sikap itu, lanjut Maya, terlihat bagaimana AM Fatwa yang teguh memegang akidah agamanya, tapi saat yang bersamaan memberikan kontribusi besar terhadap perjalanan bangsa dan negara, hidup bersahabat, bahkan menolong saudara sebangsa yang beraneka ragam latarbelakangnya dan memiliki keyakinan maupun agama berbeda.  

“Banyak pengalaman yang disampaikan Pak AM Fatwa yang memegang teguh moral dan etika politik, bukan saja memperjuangkan saudara sebangsa dan umat seagama tapi  mereka  yang berbeda keyakinan dan agamanya,” terangnya.
Maya Rumantir Hutasoit (busana batik)

Hal itu, lanjut Maya, mengingatkan dirinya akan pernyataan yang pernah disampaikan oleh Uskup Agung RI pertama Mgr Albertus Sugiyapranata (almarhum) yang juga diangkat sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah terkait semboyan, menjadi Indonesia seratus persen dan katholik seratus persen. “Karena itu, kita diajarkan  jika kita konsisten dan bersungguh-sungguh dalam iman dan perbuatan,  untuk menjadi seorang Indonesia, kita tak perlu pindah agama,” imbuhnya.

Maya pun memberikan apresiasi dan pujian atas pencapaian AM Fatwa termasuk produktivitasnya menuliskan 25 buah buku selama malang melintang dalam dunia politik mulai sejak menjadi Anggota DPR, Wakil Ketua DPR, Anggota DPD hingga periode kedua terpilihnya  2014-2019. Atas segala upaya kerasnya itu, AM Fatwa pun tercatat MURI sebagai politikus yang produktif menuliskan berbagai gagasan dan buku.

“Karenanya saya pun menggelari Pak AM Fatwa sebagai seorang pejuang dan penghayat kehidupan. Tidak banyak, figur seperti Pak AM Fatwa, tapi beliau telah mendedikasikan hidupnya yang layak menjadi teladan bagi kita semua disini,” kata Maya lagi. (Fajar Gloria Sinuraya/fer)

1 Komentar

  1. Setuju dengan penyataan diatas, disisi lain pun kita sebagai warga negara yang baik wajib semangat bersama untan membangun negeri dengan prestasi yang gemilang.

    Agar bangsa indonesia semakin maju dan semakin diakui dunia akan segala prestasi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama